TEMPO.CO, Jakarta - Alih-alih bungah dengan kebijakan pemerintah memperbolehkan masyarakat makan di tempat alias dine-in selama perpanjangan PPKM Level 4, pengusaha warung makan justru bingung. Dengan aturan baru, pengunjung hanya boleh makan 20 menit di tempat.
"Ya bingung. Ini gimana menghitungnya, apa perlu diberi jam di piring? Atau dihitung dari masak? ini tidak jelas," ujar Ketua Komunitas Warteg Nusantara itu kepada Tempo, Rabu, 28 Juli 2021.
Pembatasan waktu 20 menit, menurut dia, hanya membuat rumit implementasi di lapangan dan menimbulkan perkara-perkara lain lantaran membuat orang terburu-buru.
"Kalau makan disuruh cepat-cepat, lalu tersedak, bagaimana?" kata Mukroni. Belum lagi, Mukroni juga mempertanyakan teknis pengawasan kebijakan tersebut di lapangan.
Mukroni menilai kebijakan ini adalah langkah keblinger pemerintah. "Kalau pemerintah ada niat baik, izinkan saja orang untuk makan dengan prokes yang ketat. Kalau tidak memenuhi, silakan tutup. Atau ya dibatasi sekalian hanya bisa take away," tutur Mukroni.
Dengan implementasi yang membingungkan, Mukroni mengatakan pelonggaran ketentuan makan di tempat pada akhirnya tidak berpengaruh banyak kepada peningkatan transaksi para pengusaha warung makan.
Di sisi lain, selama pandemi ini, ia mengatakan para pengusaha warteg telah mengalami penurunan omzet 50-90 persen. Selain itu, dibandingkan dengan pra-pandemi, ia memperkirakan ada 50 persen pengusaha warteg gulung tikar dan memilih pulang kampung.
Karena itu, Mukroni berharap pemerintah bisa menelurkan kebijakan konkret untuk membantu para pengusaha warteg. Misalnya dengan intruksi Kementerian dan BUMN untuk memborong makanan di warung makan.